Monday 12 December 2011

Mempermasalahkan Masalah

Apakah dengan terus menerus berpikir bahwa kenyataan akan berubah menjadi lebih baik adalah hal yang akan membuat kita menjadi tenang lalu kita memutuskan untuk berhenti mencemaskannya.
Tapi justru semakin kita menginginkan hal tersebut menjadi benar maka semakin kita akan merasa ini adalah kesalahan. Kesalahan tersebut akan terus menganggu kita dan mengacau ketenangan kita.
Setelah itu terjadi maka kita akan mencari cara lain agar kecemasan itu akan mereda, namun justru semakin kalut.

Kita sebenarnya memahami bagaimana sebenarnya kecemasan ini terbentuk dan bagaimana pula membuat kecemasan ini hilang dengan menyelesaikan akar atau sumber permasalahannya.
Apabila sumber itu kita pecahkan, maka kita yakin kecemasan sekarang akan hilang.

Yang menjadi kekhawatiran adalah, menghancurkan akar masalah akan membentuk masalah baru yang lebih besar.
Karena hidup adalah masalah.

Sunday 11 December 2011

Apakah Penting Untuk Terus Sama?

Jika yang kita anggap selama ini adalah dengan menjadi sama dengan orang lain pikirkan akan membuat kita diterima di lingkungan mereka pada dasarnya adalah benar namun menyesatkan.
Benar sebab kita akan diterima mereka lalu kemudian bisa membaur. Tapi justru menyesatkan karena tidak jarang apa yang mereka pikirkan tidak mutlak kebenarannya.
Padahal kebenaran adalah pencarian seumur hidup, lalu kenapa kita harus menggadaikan sisa-sisa masa hidup kita untuk turut menjadi "salah" seperti yang kebanyakan mereka alami saat ini.

Kapan terakhir kali kita mencoba untuk berdiri dari kerumunan mereka yang sedang berpikir sama, untuk menentang mereka dan mengatakan bahwa kita bisa melewati sisa-sisa hidup kita dengan bebas melakukan apa yang telah sesuai dengan keinginan kita mencari kebenaran.

Penentangan, pengkhianatan, dan kesetiaan akan mengisi setiap upaya yang kita perjuangkan tersebut.

Kapan kita berani untuk berbeda?

Friday 12 August 2011

Konsistensi itu ...

Gamang.
Inkonsisten.
Atau kau sebut sebagai upaya konsolidasi.
Tapi tujuan adalah ambisi. Dan ambisi adalah nyawa.

Kau bisa sebut ambisi sebagai konotasi emosi.
Tapi ambisi adalah pencipta emosi. Lalu apakah kita tetap percaya bahwa konsistensi itu akan tetap ada.

Gelembung-gelembung pecah dan meninggalkan bercak.
Setiap bercak akan membuat ia tersurut untuk meninggalkan ambisi.
Tapi kenyataan adalah sebuah fakta utuh baginya.
Tidak ada jalan lain selain melaluinya.

Uraian tersebar. Mengumpulkannya dalam satu kesimpulan.
Untuk senantiasa menjadikan keping-keping kejadian sebagai kalimat ringkas. 
Saban malam dibaca untuk memastikan bahwa konsistensi itu terjaga.

Tekanan dan ego disengajakan untuk melumpuhkan logika.
Membangunnya ulang untuk diarahkan pada kenyataan baru, bahwa dunia adalah hari ini.
Dan mereka tertawa.

Konsistensi ini kadang mati memang. Tapi ia tidak akan punah.
Tidak akan pernah.

Saturday 30 April 2011

Persis Selebar Ujung Anak Panah

Perjalanan baru saja dimulai,
Dia menoleh kebelakang seakan tak ingin pergi,
Dia begitu rapuh untuk meninggalkan segala kenangan manisnya.


Kami berhenti sebentar membuang penat,
Dia mulai menangis,
"aku terlalu muda untuk tugas yang penting seperti ini" begitu dia merengek
"tapi hanya aku dan kau yang bisa melakukan ini, tidak ada orang lain" begitu aku memastikannya


Lalu petang tiba dan gelap datang,
Matanya berkaca-kaca,
Dia akan segera menangis,
"dunia memang kejam, tidak peduli apakah engkau mau atau tidak" aku mendoktrinnya
"jika kita berhenti di sini, lalu apa yang akan mereka tulis dalam catatan sejarah mereka tentang dua pahlawan negeri mereka pengecut" aku memanasinya


Lalu pagi datang, aku merasa ini akan berbeda,
Tapi aku lihat darah berserakan di sekujur tubuhnya,
Dengan lobang persis selebar ujung anak panah di atas jantungnya yang pias,
Dia tahu bahwa tidak ada pilihan lain selain menggoyahkan semangatku.


Aku melihatnya sebentar ...

Thursday 27 January 2011

Kita Perlu Melakukan Sesuatu untuk Ambisi yang Hampir Mati

Apa yang menyebabkan kita terlempar jauh ke tempat ini adalah bukan pertanyaan baru.
Ini kita pertanyakan sejak kita mengenal bahwa apa yang kita cari sebenarnya tidak ada.
Kita terseret lalu terbenam dalam lumpur kepedihan.
Yang kita cari tak kunjung memberi harap.

Kadang kita mencoba melupakan apa yang kita cari, tapi itu tidak berlangsung lama.
Tepatnya, kita seperti candu mencari yang belum kita temukan.

Segala cara kita pikirkan, entah itu realistis atau gila.
Tapi keadaan selalu menampar kita untuk tersadar bahwa semua tidak ada.
Kekecewaan dan kehampaan yang kita rasa akan semakin menyempit.
Serasa memutus urat nadi.

Kita tidak tahu apakah yang sudah kita rancang akan jadi kenyataan.
Kesulitan membentur kita.

Aku ingin kita menyadari bahwa ambisi ini hampir mati.
Semakin tidak berharga dan terasa semakin meninggi.
Aku ingin kita mulai menerima kenyataan.
Sekalipun kenyataan membuat sesak setiap kali menarik nafas.

Aku ingin kita melakukan sesuatu ...
Entah apa itu namanya

Tuesday 25 January 2011

Waktu kita sudah ingin berpisah di pertemuan terakhir

Waktu itu,
Ketika kita bertemu untuk kali terakhir, Engkau menatapku dengan cara yang berbeda
Cara yang kita sama mengerti bahwa itu adalah cara yang memang seharusnya engkau menatap

Tak ada yang bisa aku lakukan lagi ketika itu, aku sudah kalah
Semua sedang tidak berjalan dengan baik, nasib tidak memihak kita

Pada ketika itu, aku tidak bisa menjanjikan sesuatu hal atau melarang engkau meninggalkan kita
Sebab aku tidak yakin akan ada kebahagiaan dalam waktu dekat
Yang ada adalah kepedihan dan penderitaan yang berkepanjangan dan tidak tahu itu sampai kapan

Aku membiarkan engkau bebas dan sebebas-bebasnya untuk memilih
Sebab aku tidak bisa menjaminkan sesuatu untuk kebahagianmu

Hingga sekarang, penderitaan belum selesai tapi aku mengenangmu

Aku berandai-andai, jika waktu itu aku melarangmu dan memaksa engkau untuk bertahan,
Maka aku meyakini bagaimana engkau terperihkan oleh keadaan ini
Aku lega telah merelakanmu dan menikmati setiap detik kepedihan ini
Aku bangga telah berbesar hati tidak menuntut engkau untuk menunggu kita,
Sekalipun air mata ini menetes ke dalam jantungku

Sungguh aku menyesali ini ,,,

Saturday 15 January 2011

Yang Kita Inginkan Adalah Yang Bukan Kita Inginkan

Jauh sebelum hal ini kita bahas, sebenarnya kita sudah menghentikan diskusi ini
Dan kini, ketika semua yang kita anggap sudah tidak bisa diandalkan lagi, kita menginginkan diskusi yang lalu dibuka lagi

Aku sudah menegaskan hal ini kepadamu, bahwa siapapun yang menang dalam debat yang kau anggap diskusi itu, sebenarnya bukan yang sama-sama kita cari
Aku ingin memberitahumu bahwa yang kita ingin temukan idealnya adalah hal yang tidak ingin kita bahas

Berulang kali kita bertukar pikir, tapi yang tertukar hanya kebencian yang ekspilit
Apakah kau akan menyelasaikan ini???